Bivalve adalah: Memahami Teknik Pengolahan Logam yang Unik

Bivalve adalah: Memahami Teknik Pengolahan Logam yang Unik

Daftar Isi

Pengertian Bivalve

Bivalve adalah salah satu teknik pengolahan logam yang telah dikenal sejak masa perundagian di Indonesia. Teknik ini disebut juga dengan istilah “teknik setangkup” karena menggunakan dua alat cetak yang dapat ditangkupkan atau disatukan. Proses pembuatannya dilakukan dengan menuangkan logam cair ke dalam cetakan yang terdiri dari dua bagian yang dapat ditutup dan dibuka.

Teknik bivalve berbeda dengan teknik a cire perdue atau “teknik cetakan lilin” yang hanya dapat digunakan sekali pakai. Dalam teknik bivalve, cetakan dapat digunakan berulang kali untuk mencetak benda-benda logam. Hasil akhir dari teknik bivalve biasanya memperlihatkan garis sepanjang pertautan kedua bagian cetakan yang menangkup.

Sejarah Teknik Bivalve

Teknik bivalve telah dikenal dan digunakan oleh masyarakat Indonesia sejak masa perundagian, sekitar abad ke-4 SM hingga abad ke-4 M. Pada masa itu, masyarakat Indonesia telah mengenal dan menguasai berbagai teknik pengolahan logam, termasuk teknik bivalve dan teknik a cire perdue.

Penggunaan teknik bivalve diyakini berawal dari kebutuhan masyarakat pada masa itu untuk membuat berbagai peralatan dan benda-benda logam, seperti nekara, genta, dan perhiasan. Teknik bivalve dipilih karena dianggap lebih praktis dan efisien dibandingkan teknik a cire perdue yang hanya dapat digunakan sekali pakai.

Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa teknik bivalve masih digunakan hingga saat ini, terutama di daerah-daerah tertentu di Indonesia, seperti Bali. Peralatan cetakan untuk membuat nekara dengan teknik bivalve masih dapat ditemukan di Bali, menandakan bahwa teknik ini masih dipertahankan dan digunakan oleh masyarakat setempat.

Proses Pembuatan dengan Teknik Bivalve

Proses pembuatan benda-benda logam dengan teknik bivalve dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Membuat cetakan dari dua bagian yang dapat ditangkupkan. Cetakan ini biasanya terbuat dari tanah liat atau bahan lain yang tahan panas.
  2. Membuat lubang pada bagian atas cetakan untuk menuangkan logam cair.
  3. Menuangkan logam cair, seperti perunggu atau tembaga, ke dalam cetakan melalui lubang yang telah dibuat.
  4. Membiarkan logam cair tersebut hingga membeku dan mengeras.
  5. Membuka cetakan dan mengeluarkan benda logam yang telah jadi.
  6. Cetakan dapat digunakan kembali untuk mencetak benda-benda logam lainnya.

Hasil akhir dari teknik bivalve biasanya memperlihatkan garis sepanjang pertautan kedua bagian cetakan yang menangkup. Garis ini menjadi ciri khas dari benda-benda logam yang dibuat dengan teknik ini.

Keunggulan Teknik Bivalve

Teknik bivalve memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan teknik pengolahan logam lainnya, antara lain:

  1. Proses yang sederhana dan praktis: Teknik bivalve memiliki langkah-langkah pembuatan yang relatif sederhana dan praktis, sehingga memudahkan para pengrajin dalam memproduksi benda-benda logam.
  2. Waktu pembuatan yang singkat: Dengan menggunakan cetakan yang dapat digunakan berulang kali, proses pembuatan benda-benda logam dengan teknik bivalve dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.
  3. Biaya produksi yang lebih murah: Karena cetakan dapat digunakan berulang kali, biaya produksi untuk membuat benda-benda logam dengan teknik bivalve menjadi lebih murah dibandingkan dengan teknik a cire perdue yang hanya dapat digunakan sekali pakai.
  4. Hasil yang konsisten: Teknik bivalve memungkinkan pengrajin untuk menghasilkan benda-benda logam dengan bentuk dan ukuran yang konsisten, karena cetakan dapat digunakan berulang kali.

Keunggulan-keunggulan ini menjadikan teknik bivalve sebagai salah satu teknik pengolahan logam yang masih dipertahankan dan digunakan hingga saat ini, terutama dalam pembuatan benda-benda kerajinan tradisional di Indonesia.

Contoh Hasil Karya dengan Teknik Bivalve

Beberapa contoh benda-benda logam yang dibuat dengan menggunakan teknik bivalve antara lain:

  • Nekara: Nekara adalah alat musik tradisional berbentuk gendang yang terbuat dari perunggu. Pembuatan nekara dengan teknik bivalve masih dapat ditemukan di Bali.
  • Genta: Genta adalah benda upacara berbentuk lonceng yang terbuat dari perunggu. Genta juga dapat dibuat dengan menggunakan teknik bivalve.
  • Perhiasan: Berbagai jenis perhiasan, seperti gelang, kalung, dan anting, dapat dibuat dengan teknik bivalve menggunakan logam-logam mulia seperti emas dan perak.
  • Peralatan Rumah Tangga: Teknik bivalve juga digunakan untuk membuat peralatan rumah tangga, seperti mangkuk, piring, dan vas bunga, yang terbuat dari logam.

Selain itu, teknik bivalve juga dapat digunakan dalam pembuatan patung-patung logam, seperti patung dewa-dewi dalam tradisi Hindu-Buddha di Indonesia.

Perbedaan Teknik Bivalve dan A Cire Perdue

Meskipun sama-sama merupakan teknik pengolahan logam yang dikenal sejak masa perundagian di Indonesia, teknik bivalve dan teknik a cire perdue memiliki beberapa perbedaan, antara lain:

  1. Proses Pembuatan: Teknik bivalve menggunakan cetakan yang terdiri dari dua bagian yang dapat ditangkupkan, sedangkan teknik a cire perdue menggunakan cetakan lilin yang kemudian dibungkus dengan tanah liat.
  2. Penggunaan Cetakan: Dalam teknik bivalve, cetakan dapat digunakan berulang kali, sedangkan dalam teknik a cire perdue, cetakan hanya dapat digunakan sekali.
  3. Hasil Akhir: Hasil akhir dari teknik bivalve biasanya memperlihatkan garis sepanjang pertautan kedua bagian cetakan, sedangkan hasil akhir dari teknik a cire perdue tidak menunjukkan garis tersebut.
  4. Kompleksitas Desain: Teknik a cire perdue memungkinkan pembuatan benda-benda logam dengan desain yang lebih kompleks dan rumit, sedangkan teknik bivalve lebih cocok untuk benda-benda logam dengan desain yang lebih sederhana.

Meskipun memiliki perbedaan, kedua teknik ini sama-sama merupakan warisan budaya Indonesia yang telah dikenal dan digunakan sejak masa perundagian.

Teknik Bivalve dalam Seni Patung

Selain digunakan dalam pembuatan benda-benda kerajinan tradisional, teknik bivalve juga diterapkan dalam pembuatan patung-patung logam, terutama dalam tradisi seni patung Hindu-Buddha di Indonesia.

Patung-patung dewa, dewi, dan tokoh-tokoh penting dalam agama Hindu-Buddha di Indonesia, seperti Ganesha, Shiva, dan Buddha, sering kali dibuat dengan menggunakan teknik bivalve. Proses pembuatannya dilakukan dengan menuangkan logam cair, seperti perunggu atau tembaga, ke dalam cetakan yang terdiri dari dua bagian yang dapat ditangkupkan.

Penggunaan teknik bivalve dalam pembuatan patung-patung logam memungkinkan para seniman untuk menghasilkan karya-karya yang memiliki detail dan fitur yang rumit, namun tetap mempertahankan keseimbangan dan proporsi yang baik. Selain itu, teknik bivalve juga memungkinkan pembuatan patung-patung dengan ukuran yang besar dan monumental.

Beberapa contoh patung-patung logam yang dibuat dengan menggunakan teknik bivalve antara lain patung Ganesha di Candi Prambanan, patung Shiva di Candi Sukuh, dan patung Buddha di Candi Borobudur.

Teknik Bivalve di Indonesia

Teknik bivalve telah menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia sejak masa perundagian. Meskipun penggunaan teknik ini semakin jarang ditemukan di berbagai daerah, namun masih ada beberapa daerah di Indonesia yang masih mempertahankan dan menggunakan teknik bivalve dalam pembuatan benda-benda kerajinan tradisional.

Salah satu daerah di Indonesia yang masih menggunakan teknik bivalve adalah Bali. Di Bali, teknik bivalve masih digunakan dalam pembuatan nekara, genta, dan berbagai jenis perhiasan logam. Peralatan cetakan untuk membuat nekara dengan teknik bivalve masih dapat ditemukan di Bali, menandakan bahwa teknik ini masih dipertahankan dan digunakan oleh masyarakat setempat.

Selain di Bali, teknik bivalve juga masih dapat ditemukan di beberapa daerah lain di Indonesia, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, penggunaan teknik ini semakin terbatas dan hanya dilakukan oleh beberapa pengrajin tradisional yang masih mempertahankan warisan budaya ini.

Upaya untuk melestarikan dan memperkenalkan kembali teknik bivalve di Indonesia terus dilakukan, baik oleh pemerintah maupun oleh komunitas-komunitas pengrajin tradisional. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan mempromosikan warisan budaya Indonesia yang unik dan bernilai tinggi.

Peralatan yang Digunakan dalam Teknik Bivalve

Dalam proses pembuatan benda-benda logam dengan teknik bivalve, dibutuhkan beberapa peralatan utama, antara lain:

  1. Cetakan: Cetakan dalam teknik bivalve terdiri dari dua bagian yang dapat ditangkupkan. Cetakan ini biasanya terbuat dari tanah liat atau bahan lain yang tahan panas.
  2. Tungku Peleburan: Tungku peleburan digunakan untuk memanaskan dan mencairkan logam, seperti perunggu atau tembaga, yang akan dituangkan ke dalam cetakan.
  3. Alat Penuang: Alat penuang, seperti sendok atau ladle, digunakan untuk menuangkan logam cair ke dalam cetakan.
  4. Alat Penuang: Alat penuang, seperti sendok atau ladle, digunakan untuk menuangkan logam cair ke dalam cetakan.
  5. Palu: Palu digunakan untuk membuka dan menutup cetakan setelah logam cair dituangkan dan membeku.
  6. Kikir: Kikir digunakan untuk menghaluskan dan memfinishing hasil cetakan logam.

Selain peralatan utama tersebut, terkadang juga digunakan alat-alat tambahan seperti kuas, spatula, dan alat pengukur suhu untuk membantu proses pembuatan benda-benda logam dengan teknik bivalve.

Teknik Bivalve di Masa Kini

Meskipun penggunaan teknik bivalve semakin jarang ditemukan, namun teknik ini masih terus dipertahankan dan dikembangkan oleh beberapa pengrajin tradisional di Indonesia. Beberapa upaya yang dilakukan untuk melestarikan teknik bivalve di masa kini antara lain:

  1. Pelatihan dan Pendampingan Pengrajin: Pemerintah dan organisasi terkait melakukan pelatihan dan pendampingan bagi pengrajin tradisional untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menggunakan teknik bivalve.
  2. Pengembangan Desain dan Produk: Para pengrajin terus berinovasi dengan mengembangkan desain dan produk-produk baru yang dibuat dengan teknik bivalve, agar tetap relevan dan diminati di pasar modern.
  3. Promosi dan Pemasaran: Upaya promosi dan pemasaran produk-produk yang dibuat dengan teknik bivalve dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong permintaan pasar.
  4. Dokumentasi dan Penelitian: Kegiatan dokumentasi dan penelitian tentang teknik bivalve dilakukan untuk memperkaya pengetahuan dan menjaga warisan budaya ini.
  5. Edukasi dan Pembelajaran: Teknik bivalve diperkenalkan dan diajarkan di sekolah-sekolah seni dan budaya, agar generasi muda dapat mempelajari dan melestarikan teknik ini.

Meskipun menghadapi tantangan dalam menghadapi persaingan dengan produk-produk modern, upaya-upaya pelestarian teknik bivalve terus dilakukan untuk menjaga warisan budaya Indonesia yang unik dan bernilai tinggi.

Kesimpulan

Teknik bivalve adalah salah satu teknik pengolahan logam yang telah dikenal dan digunakan oleh masyarakat Indonesia sejak masa perundagian. Teknik ini disebut juga dengan istilah “teknik setangkup” karena menggunakan dua alat cetak yang dapat ditangkupkan atau disatukan.

Proses pembuatan benda-benda logam dengan teknik bivalve dilakukan dengan menuangkan logam cair, seperti perunggu atau tembaga, ke dalam cetakan yang terdiri dari dua bagian yang dapat ditutup dan dibuka. Teknik bivalve memiliki beberapa keunggulan, seperti proses yang sederhana dan praktis, waktu pembuatan yang singkat, serta biaya produksi yang lebih murah.

Selain digunakan dalam pembuatan benda-benda kerajinan tradisional, teknik bivalve juga diterapkan dalam pembuatan patung-patung logam, terutama dalam tradisi seni patung Hindu-Buddha di Indonesia. Meskipun penggunaan teknik ini semakin jarang ditemukan, upaya-upaya pelestarian dan pengembangan terus dilakukan untuk menjaga warisan budaya Indonesia yang unik dan bernilai tinggi.

By Tyson